Selasa, 19 Agustus 2014

MANUSIA, MAKNA DAN SEJARAH AGAMA ISLAM



1. MANUSIA DAN AGAMA

      A .    Pandangan Islam Tentang Manusia
Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah Sang Pencipta dan alam semesta yang diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah. Seperti pada matahari sebagai pusat dari sistem tata surya, berputar pada sumbunya dan memancarkan energinya kepada alam semesta secara teratur dan tetap.
Ada tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an, yaitu: pasti, tetap, dan obyektif. Sifat yang pertama, yaitu pasti, tentu menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana, sehingga dapat membuat perhitungan yang tepat menurut Sunnatullah. Sifat yang kedua adalah tetap, tidak berubah-ubah. Sifat yang ketiga adalah obyektif:

1.      Manusia Menurut Agama Islam
Al-Qur’an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok hewan selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun bila manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan:
"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang." (QS 7:179)
 Berdasarkan studi isi Al-Qur’an dan Al-Hadits, manusia (al-insan) adalah
makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, mempunyai rasa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Berdasarkan hal tersebut, manusia mempunyai berbagai ciri sebagai berikut:
1.      Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
  1. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
  2. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
  3. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifahnya di bumi.
  4. Manusia dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak.
  5. Manusia secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
  6. Manusia itu berakhlak.
Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari) tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi Kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS 23:12-14, 32:7-9)

Tujuan Manusia Diciptakan
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
B.     Tanggung Jawab Manusia Terhadap Alam Semesta
Manusia sebagaimana makhluk lainnya, memiliki keterkaitan dan ketergantungan terhadap alam dan lingkungannya. Namun demikian, pada akhir-akhir ini, manusia justru semakin aktif mengambil langkah-langkah yang merusak, atau bahkan menghancurkan lingkungan hidup.
Hampir setiap hari kita mendengar berita menyedihkan tentang kerusakan alam yang timbul pada sumber air, gunung, laut, atau udara. Bencana lumpur lapindo yang tak kunjung usai, banjir,  demam berdarah, flu burung, kekeringan, dan sebagainya selalu menghiasi berita di televisi maupun di koran-koran.
Pemanfaatan alam lingkungan secara serampangan dan tanpa aturan telah dimulai sejak manusia memiliki kemampuan lebih besar dalam menguasai alam lingkungannya. Dengan mengeksploitasi alam, manusia menikmati kemakmuran hidup yang lebih banyak. Namun sayangnya, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, alam lingkungan malah dieksploitasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kerusakan yang dahsyat.
Kerusakan alam yang ditimbulkan oleh manusia bersumber dari cara pandang manusia terhadap alam lingkungannya. Dalam pandangan manusia yang oportunis, alam adalah barang dagang yang menguntungkan dan manusia bebas untuk melakukan apa saja terhadap alam. Menurutnya, alam dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kesenangan manusia. Sebaliknya, manusia yang religius akan menyadari adanya keterkaitan antara dirinya dan alam lingkungan. Manusia seperti ini akan memandang alam sebagai sahabatnya yang tidak bisa dieksploitasi secara sewenang-wenang.
Selain berhak memanfaatkan alam semesta, manusia juga diberi tanggung jawab untuk menjaga agar alam semesta tidak mengalami kerusakan. Allah SWT berfirman (QS.. Ar-Ruum: 41),, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari perilaku mereka itu supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”

C. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
Manusia mempunyai 2 (dua) fungsi; individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya. Di sisi lain, manusia juga harus memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Dalam proses interaksi ini, tentu saja masyarakat memerlukan suatu pedoman yang mengatur lajur dinamika yang ada. Sehingga aktifitas manusia akan menjadi teratur sesuai dengan aturan yang ada.
Bisa dibayangkan kalau kehidupan bermasyarakat tidak ada aturan. Problem akan datang silih berganti. Ketika manusia hidup di dunia, maka di sana ia akan dihadapkan kepada beragam problematika dan tuntutan hidup. Banyak keinginan dan kesenangan yang diinginkan. Juga, aktifitas menerjang syariat –seiring dengan tuntutan yang ada- bukanlah perkara yang mustahil.
Di sinilah syariat datang menyapa umat dan memberikan pedoman hidup yang mengatur dinamika umat manusia. Keragaman yang ada, hendaknya diposisikan sebagai keragaman yang positif untuk saling berinteraksi dan mengenal.
2.      Makna Agama Islam
A.    Pengertian dan Teori Agama
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa :
1. Ad din (Bahasa Arab dan Semit)
2. Religion (Inggris)
3.La religion (Perancis)
4. De religie (Belanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’ tetap di tempat, diwarisi turun temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.
Din juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan. Kata din dalam Al Qur’an disebut sebanyak 94kali dalam berbagai makna dan kontek, antara lain berarti :
1. Pembalasan (Q.S Al Fatihah (1) ayat 4.
2. Undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat oleh raja (Q.S Yusuf (12)ayat 76.
3. Agama yang datang dari Allah SWT, bila dirangkaikan dengan kata Allah (Q.SAli Imran (3) ayat 83.
4. Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai agama yang benar, yakni Islam, bila kata din dirangkaikan dengan kata al-haq (Q.S AtTaubah (9) ayat 33
5. Agama selain Islam (Q.S Al Kafirun(109) ayat 6 dan Q.S Ash Shaf (61) ayat 9.
Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.
Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama.
1. Adanya keyakinan pada yang gaib
2. Adanya kitab suci sebagai pedoman
3. Adanya Rasul pembawanya
4. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi
5. Adanya upacara ibadah yang standar

B. Sumber Ajaran Agama Islam
Sumber ajaran agama Islam terbagi menjadi 3, yaitu: Al Qur’an, Al Hadist, dan Ijtihad.
1. Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulullah Muhammad SAW yang diturunkan melalui perantara malaikat Jibil secara berangsur-angsur sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya.
Isi kandungan Al Qur’an :
1. Doktrin atau pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia didalamnya.
2. Ringkasan sejarah manusia baik para raja, orang-orang suci, nabi, kaum dsb.
3. Mukjizat.
2. Hadist menurut bahasa berarti kabar, berita atau laporan. Dalam tradisi ilmu Islam, Hadist adalah berita atau laporan tentang perkataan (qawl), perbuatan (fi’l), dan persetujuan (taqrir) Nabi Muhammad SAW.
Bentuk dan penjelasan hadist :
I. Bayan Taqrir yaitu memperkuat ketentuan yang sudah dijelaskan Al Qur’an.
II. Bayan Tafsir yaitu memerinci apa dalam Al Qur’an disebutkan secara umum.
III. Bayan Tasyri yaitu menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al Qur’an.
IV. Bayan Tabdil yaitu menggantikan ketentuan Al Qur’an dengan yang baru.
3. Ijtihad berasal dari bahasa Arab yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh. Menurut istilah dalam ilmu fikih, Ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menetapkan hukum sesuatu yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al Quran dan Hadist.
Bentuk-bentuk Ijtihad:
1) Ijma yaitu kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan syariat.
2) Qiyas yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua hal itu.
3) Istihab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yag telah ada dan yang telah ditetapkan karena ada suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
4) Maslahah Mursalah yaitu kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar dari keburukan.
5) ‘Urf yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik dalam kata-kata atau perbuatan.

C. Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam.
Ruang lingkup ajaran Islam itu di antaranya: Aqidah, ibadah, akhlak dan mu’amalah duniawiyah.  
1.      Aqidah
Aqidah merupakan ajaran islam tentang ketuhanan dan kepercayaan. Aqidah secara harfiah berarti ”sesuatu yang tersimpul secara erat/ikatan” sehingga  dalam islam mengandung pengertian ”pandangan”, pemahaman dalam pengembangan diri menuju kesempurnaan keyakinan atau iman.
Keyakinan-keyakinan dasar islam yang harus diyakini oleh setiap muslim mencakup didalamnya 3 pengenalan yaitu:
1.      Pengenalan terhadap sumber keyakinan
2.      Pengenalan terhadap hal-hal yang dijanjikan akan keberadaannya
3.      Pengenalan terhadap penyampaian ajaran agama
ketiga bidang ini harus diyakini keberadaanya, kemudian dinyatakan dalam bentuk ungkapan dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata
2.      Ibadah
Ibadah berasal dari kata العبد yang berarti hamba. Kemudian dari kata ini muncul kata العبادة yang berarti إظهار التذلل (memperlihatkan/ mendemonstrasikan ketundukan dan kehinaan). Secara istilah ibadah berarti usaha menghubungkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang disembah.
Ulama fiqh mendefenisikan ibadah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri kepada Allah SWT.
3.       Akhlak
Akhlaq merupakan bentuk jamak dari (al-khuluq) yang berarti kekuatan jiwa dan perangai yang dapat diperoleh melalui pengasahan mata bathin. Dari pengertian lughawi ini, terlihat bahwa akhlaq dapat diperoleh dengan melatih mata bathin dan ruh seseorang terhadap hal yang baik-baik. Secara istilah akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan. Al-Qur’an memberi kebebasan kepada manusia untuk bertingkah laku baik atau berbuat buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat atas segala tingkah lakunya. Di samping itu, akhlaq seorang muslim harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah sebagai pegangan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan.
d.      Mu’amalah
Secara etimologi muamalah semakna dengan مفاعلة yang berarti saling berbuat. Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan orang lain atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara terminologi kata ini lebih dikenal dengan istilah fiqh muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindak-tanduk manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan.

3. Sejarah Agama Islam
A.    Asal-Usul Agama Islam
3.1. Masa Khulafaur Rasyidin
Dalam Ensiklopedi Tematik Islam manusia digolongkan sebagai khalifah. Khalifah didefinisikan sebagai wakil, pengganti, duta Tuhan di  muka bumi, sedangkan kelak manusia akan dimintai tanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksanakan tugas suci kekhalifahan itu. Sedangkan dalam konteks Khulafaur Rasyidin, kata khalifah mengandung makna “pengganti Nabi Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai kepala Negara”, yaitu pengganti Nabi SAW dalam jabatan kepemerintahan dalam Islam, baik untuk urusan agama maupun urusan dunia.
Keberadaan Khulafaur Rasyidin menjadi jawaban atas ketiadaan Rasulullah SAW sebagai pemimpin Ummat Islam. Maka Jumhur ‘Ulama menjadikan hukum mengangkat khalifah adalah wajib dan semua Ummat Islam berdosa atas ketiadaan khalifah sebagai Amirul Mukminin (pemimpin ummat). Sedangkan golongan Mu’tazilah dan Khawarij mengatakan bahwa yang wajib adalah menegakkan syara’.
Dalam sejarah Islam, ada empat khalifah yang disebut sebagai Khulafaur Rasyidin. Keempatnya merupakan sahabat terdekat Rasulullah SAW, sekaligus terpercaya. Mereka adalah Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Abu Bakar As Shiddiq
Abu Bakar adalah termasuk dalam Assabiqunal Awwalun (yang pertama-tama masuk Islam) aan digelari As Shiddiq oleh Nabi SAW karena Abu Bakar lah yang pertama kali membenarkan Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW. Beliau diangkat sebagai khalifah sekitar tahun 632 masehi, beberapa saat setelah Rasulullah SAW meninggal. Abu Bakar memerintah hanya sekitar 2 tahun, dan dalam masa yang singkat beliau dianggap memiliki prestasi gemilang seperti pembuatan struktur pemerintahan, baitul maal, dan yang terpenting adalah pemberantasan nabi-nabi palsu dan pencegahan terhadap orang-orang yang Riddah (berpaling dari Islam).
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah khalifah kedua yang memrintah tahun 634 masehi. Dalam kepemimpinannya Umar memiliki prestasi seperti desentralisasi / pembentukan 8 propinsi di wilayah kekuasaan Islam, pembentukan majelis perwakilan dan lembaga pengadilan. Prinsip pengadilan yang dibuat Umar yang terkenal adalah “Dustur Umar” yang beliau tujukan kepadan Abu Musa Al Asy’ari. Beliau wafat disebabkan oleh tikaman seseorang pada waktu shubuh. Sebelum meninggal, beliau mengutus enam orang terpercaya yang menjadi panitia musyawarah untuk menunjuk Khalifah pengganti setelah beliau. Beliau meninggal pada tahun 644 masehi.
Ustman bin Affan
Terpilihnya Ustman bin Affan menjadi khalifah ke tiga merupakan hasil musyawarah yang baik di rumah sahabat Abdurrahman bin Auf. Beliau memiliki sumbangan penting, yaitu pembentukan tim penyusun mushaf Al Qur’an yang kita pegang saat ini, yang disebut sebagai Mushaf Ustmani.
Pemerintahan Ustman mulai goyah setelah 6 tahun kejayaannya. Sekitar 6 tahun terakhir pemerintahan beliau, orang-orang kurang menyukai tendensi Utsman yang memilih keluarga terdekat untuk duduk dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Ai Thalib adalah khalifah keempat yang selama pemerintahannya diliputi pemberontakan-pemberontakan. 3 pemberontakan utama yang terjadi semakin lama semakin menjadi. Yang pertama adalah pemberontakan oleh Thalhah dan Zubair, yang kedua adalah oleh Mu’awiyah, yang ketiga adalah oleh  kaum Khawarij yang tadinya merupakan pendukung Ali. Pemberontakan yang kedua dan ketiga terjadi dalam waktu yang bersamaan, tapi Khalifah Ali memilih untuk fokus dalam menangani pemberontakan kaum khawarij. Sehingga kelengahan pemerintahan Ali dimanfaatkan Mu’awiyah untuk merebut kepemimpinan Khalifah Ali.

3.2. Madzhab-Madzhab Setelah Kekhalifahan Khulafaur Rasyidin
Pendapat suatu aliran yang bermula dari pemikiran seorang imam dalam memahami sesuatu, baik filsafat, hukum (fiqih), teologi, maupun politikdisebut madzhab. Pada dasarnya, madzhab timbul antara lain karena perbedaan dalam Al Qur’an dan Sunnah yang tidak bersifat absolut. Perbedaan pendapat mengenai maksud ayat yang pengertiannya masih dapat ditafsirkan adalah salah satu penyebab timbulnya madzhab. Jadi, pada hakekatnya madzhab adalah satu aliran pemahaman tertentu terhadap Al Qur’an dan Sunnah. Sifatnya tidak mengikat. Macam-macamnya meliputi: tauhid (kalam/teologi),ibadah, hokum, politik, filsafat, tasawuf, dan sebagainya.
Seorang ahli ushul fiqih menyebutkan sebab munculnya perbedaan yang menimbulkan lahirnya madzhab, sebab tersebut antara lain:
1. Perbedaan pemikiran
2. Ketidakjelasan masalah yang menjadi tema pembicaraan
3. perbedaan kesenangan dan kecenderungan
4. Perbedaan cara pandang
5. Taklid pendahulunya
6. Perbedaan kemampuan
7. Masalah kepemimpinan dan cinta kepada penguasa
8. Fanatisme kelompok yang berlebihan
Karena madzhab tersebut hanya berbeda dalam penafsiran tentang ayat yang tidak jelas artinya dan bukan mengenai ajaran dasar Islam, perbedaan madzhab itu dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tidak keluar dari Islam, meskipun kadang-kadang perbedaan antara madzhab satu dan lainnya cukup besar atau bertentangan. Dalam teologi, terdapat lima madzhab, yaitu Khawarij, Murji’ah, Muktazilah, Asy’ariah, dan Maturidiyah. Aliran Khawarij adalah pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya sebagai protes terhadap sikap Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dengan Muawiyah bin Abi Sufyan pada saat peperangan Arab badui (badawi) yang pada umumnya bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tapi bersikap merajalela, keras hati, berani, dan tidak bergantung pada orang lain. Dalam soal teologi dianggap sebagai aliran yang tegas dan keras.
Madzhab Murji’ah lahir sebagai reaksi terhadap Khawarij. Bagi kelompok ini yang penting adalah iman. Mereka yang dianggap kafir oleh Khawarij belum tentu dianggap kafir oleh Murji’ah. Murji’ah terbagi atas golongan moderat dan ekstrim. Tokoh yang moderat antara lain Hafidz bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Imam Hanafi, dan lain lain. Golongan ekstrim adalah Jahm bin Sofwan dan pengikutnya.
Madzhab Mu’tazilah membawa masalah teologi lebih dalam dan filosofis. Bagi mereka orang yang berdosa besar adalah tidak kafir dan tidak mukmin, tapi mengambil posisi diantara keduanya.
Madzhab Asy’ariah didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ari. Semula, selama 30 tahun Ia menjadi pengikut paham Muktazilah, tapi Ia keluar dan membangun madzhab sendiri sebagai pemihakannya kepada kelompok mayoritas dan berpegang kepada Sunnah.
Madzhab Maturidiyah banyak menggunakan rasio dalam pandangan keagaman dan teologinya, meskipun tidak setinggi muktazilah dalam penghargaan kepada akal. Madzhab ini terbagi atas Madzhab Maturidiyah Samarkhand yang merupakan pengikut Al Maturidi dan Maturidiyah Bukhara yang merupakan pengikut Al Badawi.
Dalam fiqih atau hukum terdapat 4 madzhab besar, yakni Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Madzhab Hanafi didirikan oleh Nu’man bin Tsabit yang lebih dikenal sebagai Abu Hanifah. Pemikiran hukumnya bersifat rasional. Madzhab ini bermula di kota yang hidup masyarakatnya telah mencapai kemajuan yang tinggi, sehingga persoalan yang muncul banyak dipecahkan melalui peendapat, analogi, dan istihsan.
Madzhab Syafii didirikan oleh Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafii yang melalui masa hidupnya di Baghdad, Madinah, dan Mesir. Karena itu corak pemikirannya tradisionalis dan rasionalis. Madzhab Syafii banyak dianut di pedesaan Mesir, Palestina, Suriyah, Libanon, Irak, Hijaz, India, Persia, Yaman, dan Indonesia.
Madzhab Hanbali didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Pemikirannya bercorak tradisionalis. Selain ahli hukum, Ia juga seorang ahli hadist. Penganut Madzhab Hanbali banyak terdapat di Irak, Mesir, Suriyah, Palestina, dan Arab Saudi.
Madzhab dalam politik, filsafat, dan tasawuf pada dasarnya dipelopori ulama hukum dan kalam. Dalam politik, terdapat Madzhab Khawarij, Syiah, Sunni. Dalam filsafat terdapat Madzhab Syi’ah dan Sunni. Kemudian dalam pengembangan terdapat aliran tradisional dan progresif.

3.3. Islam di Indonesia
Masuknya Islam di Indonesia, para sejarawan memperkirakan islam masuk ke Indonesia pada abad 7-8 Masehi. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kerajaan perlak. Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara pada masa itu. Cara penyebaran Islam di Indonesia yaitu dengan membentuk kader-kader yang bertugas sebagai mubaligh (Ulama) yang berdakwah ke daerah-daerah yang lebih luas. Sebagai tindaklanjut, dengan cara membuat pesantren di Jawa, dayah di Aceh, surau di Minangkabau, dsb. Selain itu adalah melalui karya-karya yang tersebar luas dan dibaca oleh masyarakat umum.
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
1.      Sumatra:         
·            Samudera Pasai (kerajaan Islam tertua di Indonesia)
·            Kerajaan Aceh berdiri setelah kerajaan Samudera Pasai runtuh.
2.      Di Pulau Jawa:
·            Kerajaan Demak ( dengan dukungan Wali Songo, Raden Fatah mendirikan kerajaan ini)

Kemudian Agama Islam dapat dengan cepat menyebar hingga wilayah Indonesia bagian Timur.
1.      Sulawesi                       : Kerajaan Gowa-Tallo (Raja pertama yang memeluk Islam : Sultan Alaudin (kerajaan Gowa))
2.      Kepulauan Maluku       :
·         Kerajaan Ternate (Raja pertama yang memeluk Islam : Bayang Ulah)
·         Tidore: (yang rajanya adalah Raja Bacan)
3.      Pulau Kalimantan: Bermula pada saat pemerintahan Sultan Giri Kusuma, raja kerajaan Tanjung Pura.
4.      Papua : Di Papua banyak kepala-kepala suku yang memeluk Agama Islam Melalui jalur perdagangan Makasar-Nusa Tenggara Islam masuk ke           Sumbawa.
Tokoh-tokoh Penyebaran Islam
Berdasarkan ruang lingkup wilayah:
1.      Sumatra  : orang Islam pertama di Indonesia: Syekh Abdullah Arief. Penyebaran oleh raja Sayid Abdul Azziz ( kerajaan Islam Perlak ). Abad 9M/3 Hijriah.
2.      Jawa-Madura     : Maulana Malik Ibrahim, Wali Songo.
3.      Kalimantan         : Syekh Hussein (Ulama Arab) di turunkan kepada raja Sorgi  (kerajaan Tanjung Pura).
4.      Kepulauan lain   : Raja Gowa IX, diperkenalkan oleh Sultan Baabullah.

4.4.            Penyimpangan Ajaran Islam di Indonesia
Islam Jama’ah
Islam Jama’ah adalah suatu nama jama’ah sempalan yang sangat identik dengan khawarij. Kelompok ini pusatnya di Indonesia dan hampir tidak terdengar namanya di luar Indonesia, walaupun mereka mengaku-ngaku bahwa jama’ah mereka ini telah mendunia. Jama’ah ini didirikan oleh seorang yang bernama Nur Hasan Ubaidah, yang menurut pengakuannya bahwa jema’ah ini telah ada sejak tahun 1941. Namun yang benar ia baru dibai’at pada tahun 1960. Kelompok ini berdiri pertama kalinya dengan nama Darul Hadist. Lalu kemudian berganti-ganti nama menjadi YPID (Yayasan Pendidikan Islam Djama’ah), lalu LEMKARI dan pada tahun 1991 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Penggantian ini dalam rangka menyesuaikan dengan keadaan dan supaya tidak ketahuan jejak mereka jika mulai timbul ketidaksukaan dari masyarakat.

Al-Masih Versi Al-Qiyadah Al-Islamiyah
Adalah salah satu kelompok yang memanfaatkan keyakinan akan munculnya Al-Masih. Pencetus aliran ini mengaku bahwa dirinya telah mendapat wahyu di gunung Bunder, Bogor, dan menjadi Al-Masih, atau yang diistilahkan Mesias yang dijanjikan sebagai penyelamat. Dia sebut dirinya sebagai Al-Masih Al-Maw’ud, artinya Al-Masih yang dijanjikan.
Cara yang mereka lakukan adalah dengan mengelabui pelajar muslim untuk mempelajari Al-Qur’an, namun mereka tafsirkan sesuai dengan misi mereka. Lantas mereka kait-kaitkan dengan ajaran Yesus dan ujung-ujungnya mencampur-adukkan antara ajaran Islam dan Kristen. Nampak dari luar Islam tapi dalamnya Kristen.
Mereka sendiri tidak melaksanakan Syariat Islam, termasuk yang terpentingnya yaitu shalat lima waktu. Mereka menganggap orang yang shalat sebagai orang musyrik dan bercita-cita memerangi orang-orang yang shalat.

            Faham islam yang berkembang di Indonesia mulai muncul pada awal abad ke-18.  Pada umumnya faham tersebut berkembang karena Syekh yang berasal dari Indonesia menuntut ilmu Islam ke Negri Arab, kemudian mereka kembali ke Indonesia dan menyebarkan ilmu Islam yang dia miliki kepada rakyat Indonesia.  Para Syekh tersebut antara lain: Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syekh Ahmad Khatib al minangkabawy.  Pada awal abad ke-20 mulai muncul berbagai organisasi dan kelembagaan Islam yang lebih terorganisir. Organisasi-organsasi tersebut antara lain jamiatul khoir, mahammadiyah, al irsyad, PERSIS, SDI, NU, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar